Tampilkan postingan dengan label Accounting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Accounting. Tampilkan semua postingan

Biaya Promosi

No Comments

I.    Pendahuluan

Untuk kepentingan pemasaran produk baik barang atau jasa kepada konsumen, acap kali Perusahaan melakukan promosi dengan jumlah biaya yang disediakan khusus dalam berbagai bentuk kegiatan yang menarik. Hal ini dilakukan semata-mata untuk meningkatkan volume penjualan dalam rangka mencapai laba perusahaan yang optimal. Gambaran umum mengenai berbagai kegiatan promosi yang telah dilakukan dapat tercermin dari rincian biaya promosi yang dikeluarkan perusahaan dalam tahun bersangkutan. Dalam rangka penghitungan serta pelaporan pajak terutang di SPT Tahunan PPh Badan, identifikasi biaya promosi perlu dilakukan karena tidak semua biaya promosi dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi perusahaan. Untuk menentukan berbagai kriteria biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur secara khusus pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 yang berlaku sejak 1 Januari 2009. Definisi biaya promosi sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut yaitu Biaya Promosi merupakan bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.


II.    Pembahasan

Bentuk Biaya Promosi


Bentuk biaya promosi yang diperkenankan maupun yang tidak diperkenankan sebagai pengurang adalah sebagai berikut:



Biaya Promosi
Tidak Termasuk Biaya Promosi
a.       biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
b.      biaya pameran produk;
c.       biaya pengenalan produk baru;dan/atau
d.      biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
a.       pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b.      Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.


Kewajiban membuat Daftar Nominatif

Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong dengan format atas pengeluaran Biaya Promosi sebagai berikut:

Gambar 3.1. Daftar Biaya Promosi



Adapun daftar nominatif yang dimaksud di atas dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Kemudian perlu diperhatikan hal sebagai berikut:
1.       Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan Nama Kegiatan dan Lokasinya;
2.       Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
3.       Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.
Apabila tidak dilakukan demikian maka, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.


Ketentuan Lainnya

Hal lain yang perlu diperhatikan sehingga biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut: 
·         Biaya Promosi dilakukan untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan
·         Biaya Promosi dikeluarkan secara wajar
·         Biaya Promosi menurut adat kebiasaan pedagang yang baik
·         Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
·         Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku.

III.    Penutup

Biaya promosi dapat mengurangi penghasilan bruto dalam menentukan penghasilan kena pajak apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010. Melakukan identifikasi bentuk biaya promosi serta pembuatan daftar nominatif dengan didukung bukti transaksi yang sah merupakan hal yang wajib dilakukan agar biaya promosi dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.


IV.    Referensi
1.       Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
2.       Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 Tentang Biaya Promosi yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
3.       Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 9/PJ/2010 tentang penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Sumber: http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=93

Kebijakan Dividen

Kebijakan Dividen

No Comments
Menurut Aharony dan Swary (1980) dalam Nurhidayati (2006) mengemukakan bahwa informasi yang diberikan pada saat pengumuman dividen lebih berarti daripada pengumuman earning. Bagi para investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari saham yang dimiliki, selain capital gain yang didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga belinya. Dividen tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari operasi perusahaan.


The dividend should be distributed to the shareholders in order to maximize their wealth as they have invested their money in the expectation of being made better off financially (Prasanna Chandra;1997 dalam Azhagaiah dan Sabari:181).

Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:253) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaanKebijakn dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Kebijakan dividen menurut Gitman (2000) dalam Lani Siaputra (2005:72) adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.

            Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002:305), perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang dibagikan.Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari: laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetapmaka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan.

            Menurut James C. Van Horne (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan. Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.
Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (2008:4) merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran dividen. Perusahaan umumnya melakukan pembayaran dividen yang stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah, yang mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi.
Dividend is the share of a company's net profits distributed by the company to a class of its stockholders. The dividend is paid in a fixed amount for each share of stock held. Although most companies make quarterly payments in cash (checks), dividends also may be in the form of property, scrip, or stock (Farlex Financial Dictionary,2009).

Dividend Policy is the amount of a dividend that a publicly-traded company decides to pay out to shareholders. The dividend policy may change from time to time. Factors affecting a dividend policy include the company's earnings for the relevant period and its expected performance in the near future. Many companies, especially startups, have a rather stingy dividend policy because they plow back much of their earnings into further development. Established companies, such as blue chips, tend to have relatively liberal dividend policies. However, some research, notably Miller and Modigliani's irrelevance proposition, suggests that a company's dividend policy does not impact its performance in any way. See also: Dividend clientele, Signaling approach (Farlex Financial Dictionary,2009).

Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon oleh pasar. Menurut Arifin (1993) dalam Nurhidayati (2006:24), pengumuman dividen dan pengumuman laba pada periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering digunakan oleh para manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek perusahaan. 

Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:255-256) sejauh ini pembahasan dividen hanya menyangkut aspek-aspek teoritis dari kebijakan dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan suatu kebijakan dan memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus dikaitkan kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian perusahaan. Beberapa pertimbangan manajer dalam pembayaran dividen antara lain:
1.      Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya untuk pembayaran dividen.
2.      Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam jumlah yang besar.
3.      Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
4.      Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemn perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena dengan demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati pembatasan tersebut.
5.      Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan.

Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur. Biasanya tiap setengah tahun atau tiap satu tahun. Pembayaran dividen menjadi sulit karena komposisi pemegang saham berubah-ubah. Pengukuran jual-beli saham sangat cepat berubah-ubah. Karena cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit untuk dipantau daftar pemegang saham. Dividen mengkin dapat diberikan kepada pemegang saham baru lima hari kerja setelah pembelian saham (Sunariyah, 2004).
            Sedangkan beberapa faktor yang menentukan dan mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan dividen menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002) antara lain:
1.      Posisi likuiditas perusahaan.
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.
2.      Kebutuhan dana untuk membayar hutang.
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil
3.      Rencana perluasan usaha.
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.
4.      Pengawasan terhadap perusahaan.
Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber intern antara lain: laba. Dengan pertimbangan: apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.

Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kebijakan dividen adalah:
1.      Undang-Undang (UU)
Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada dalam pos “laba ditahan” dalam neraca.
2.      Posisi likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari yahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan, persediaan, dan aktiva lainnya; laba tersebut tidak di simpan dalam bentuk kas.
3.      Kebutuhan untuk melunasi hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar hutang itu pada soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga yang lain.
4.      Tingkat laba
Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di perusahaan tersebut.
Hal yang paling penting dari kebijakan dividen adalah apakah memungkinkan untuk mempengaruhi kekayaan pemegang saham dengan mengubah rasio pembayaran dividen, yaitu kebijakan dividen (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998:105).
            Beberapa teori kebijakan dividen yang di kemukakan oleh Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002) antara lain:
1.      Teori dividen tidak relevan dari Modigliani dan Miller
Asumsi-asumsi pendapat ini lemah:
a.       Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. Kenyataannya sulit ditemui pasar modal yang sempurna.
b.      Tidak ada biaya emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru (flotation cost) itu masih ada.
c.       Tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada.
d.      Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya kebijakan investasi perusahaan pasti berubah.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya: biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Semakin besar target laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar-kecilnya laba ditahan yang ditentukan dividen (Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.,2002: 312-313).
2.      Teori the bird in the hand
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa, biaya modal sendiri (Ks) perusahaan akan naik jika Dividend Payout Ratio (DPR) rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibanding capital gain. Karena dividend  yield lebih pasti.
Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.
3.      Teori perbedaan pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.
4.      Teori signaling hypothesis
Menyatakan bahwa, jika ada kenaikan dividen sering kali diikuti dengan kenaikan harga saham. Demikian pula sebaliknya. Menurut Modigliani dan Miller kenaikan dividen biasanya merupakan suatu signal (tanda) kepada para investor, bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penuruna dividen atau kenaikan dividen yang dibawah normal (dari biasanya) diyakini investor sebagai pertanda bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diwaktu mendatang.

Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya (1979). Dividend signaling theory mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cashdividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric informationantara manajer dan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi peningkatan dividen akan dianggap sebagai sinyal positif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif (Suluh Pramastuti,2007:8).
5.      Teori clientele effect
·         Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.
·         Jika ada perbedaan pajak bagi individu  dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Dengan demikian, maka kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak lebih tinggi menyukai capital gain.
Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Berikut ini beberapa bentuk kebijakan dividen menurut Sutrisno (2003) adalah:
1)      Kebijakan pemberian dividen stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
2)      Kebijakan deviden yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
3)      Kebijakan dividen dengan rasio yang kostan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio (DPR).
4)      Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividend bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
Kebijakan dividen stabil menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002: 317) adalah jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif lengkap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar saham per tahunnya berfluktuatif.
Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M., (2002) alasan-alasan dilaksanakannya kebijakan pembayaran dividen stabil adalah:
1.      Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.
2.      Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari dividen.
3.      Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil.
Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen tersebut menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting dan merupakan tugas manajer keuangan yang harus mampu menentukan kebijakan yang akan menyeimbangkan dividen saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa yang akan datang agar memaksimumkan harga saham.
Dividen dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang tidak di butuhkan untuk investasi (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998)
Hubungan positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh Linter (1956) dalam  Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil :
1)      Perusahaan lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil, dan
2)      Earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan dividen.

Mengenal apa itu Prive dalam akuntansi

No Comments


Pengertian Prive adalah sebagai berikut : 


Prive adalah Pengambilan sejumlah harta perusahaan oleh pemilik modal atau pemilik perusahaan untuk keperluan pribadi.



Penyetoran prive bukan merupakan objek pajak penghasilan bagi CV (perseroan komanditer) (pasal 4 ayat (3) c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan) antara lain dalam bentuk :
  1. Investasi berbentuk uang kas/bank.
  2. Investasi berbentuk barang dagangan.
  3. Investasi berbentuk aktiva (tetap dan tidak tetap).
Pengambilan Prive bukan merupakan objek pajak bagi anggota perseroan komanditer (pemilik CV) (pasal 4 ayat (3) i Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan) dan bukan merupakan biaya bagi perseroan komanditer (CV) (pasal 9 ayat (1) a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan) antara lain berbentuk :
  1. Pengambilan prive berbentuk uang kas/bank.
  2. Pengambilan prive berbentuk barang dagangan.
  3. Pengambilan prive berbentuk aktiva (tetap dan tidak tetap).
Yang termasuk dalam kategori pengambilan prive antara lain :
  1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi anggota perseroan komanditer (CV).
  3. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
  4. Penarikan modal oleh anggota perseroan komanditer.
Artikel Yang Perlu Diketahui :
  • Artikel Tentang Akuntansi Pajak
  • Artikel Tentang Akuntansi



Referensi : 

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Laporan Apa Saja Yang Harus Disiapkan Setiap Akhir Tahun

Laporan Apa Saja Yang Harus Disiapkan Setiap Akhir Tahun

No Comments
Laporan Apa Saja Yang Harus Disiapkan Setiap Akhir Tahun




Laporan apa saja yang harus disiapkan setiap akhir tahun? Setidaknya ada 5 laporan yang termasuk ke dalam laporan keuangan utama yang mesti disiapkan. Mari kita simak pembahasannya berikut ini.

Laporan Keuangan merupakan laporan yang menunjukkan kondisi / keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi).


Tujuan Pembuatan Laporan Keuangan secara umum adalah sebagai berikut : 
Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva 
Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal 
Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan 
Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya 
Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva , pasiva, dan modal perusahaan. 
Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode. 


Data yang ditampilkan dalam Laporan Keuangan merupakan kombinasi dari : 
Fakta yang telah dicatat (recorded fact); 
Prinsip-prinsip dan kebiasaan dalam akuntansi (accounting convention and postulate) 
Pendapat Pribadi (Personal Judment). 


Beberapa keterbatasan Laporan Keuangan, yaitu : 
Pembuatan Laporan Keuangan berdasarkan sejarah (historis). 
Laporan Keuangan dibuat umum. 
Proses Penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. 
Laporan keungan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi ketidakpastian. 
Laporan Keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi, bukan kepada sifat formalnya. 


Pemeriksaan Laporan Keuangan dapat dilakukan yang pertama oleh internal perusahaan. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan oleh akuntan publik yang sudah memperoleh izin. Akuntan akan memberikan penilaian setelah meneliti dengan standar dan prosedur pemeriksaan yang lazim. Pendapat wajar atau tidak wajar akan diberikan apabila Laporan Keuangan disusun telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim dan telah diterapkan secara konsisten dari tahun ketahun.


Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan adalah : 
Pemilik, guna melihat perkembangan dan kemajuan perusahaan serta deviden yang diperolehnya 
Manajemen, untuk menilai kinerjanya selama periode tertentu; 
Kreditor, untuk menilai kelayakan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dan kemampuan membayar pinjaman; 
Pemerintah, untuk menilai kepatuhan perusahaan untuk membayar kewajibannya kepada pemerintah. 
Investor, untuk menilai prosperk usaha ke depan, apakah mampu memberikan deviden dan nilai saham seperti yang diinginkan. 


Berikut ini beberapa jenis yang sering dipublikasi oleh pemilik entitas


Jenis Laporan Keuangan: 
Neraca (balance sheet) 
Lampiran Laba Rugi (Income Statement); 
Laporan Perubahan Modal; 
Laporan Arus Kas; 
Laporan Catatan atas Laporan Keuangan 


I. Neraca merupakan lampiran yang menunjukkan jumlah aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) perusahaan pada saat tertentu.


Secara Lengkap informasi yang disajikan dalam neraca meliputi: 
Jenis-Jenis Aktiva (Assets) 
Jumlah rupiah masing-masing jenis aktiva; 
Jenis-jenis kewajiban (liability); 
Jumlah Rupiah masing-masing jenis kewajiban; 
Jenis-jenis modal (Equity); 
Jumlah rupiah masing-masing jenis modal. 


Persamaan neraca diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


Aktiva = Kewajiban + Modal


Bentuk Neraca terdiri dari dua macam yaitu : 
Bentuk Skontro atau Horisontal (Account Form) 
Bentuk Laporan atau vertikal (Report Form) 


II. Laporan Laba Rugi merupakan laporan yang menunjukkan kondisi usaha dalam suatu periode tertentu yang tergambar dari jumlah pendapatan yang diterima dan biaya yang telah dikeluarkan sehingga dapat diketahui apakah perusahaan dalam keadaan laba atau rugi.


Informasi yang disajikan dalam laporan laba rugi meliputi : 
Jenis-jenis pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode; 
Jumlah Rupiah dari masing-masing jenis pendapatan; 
Jumlah Keseluruhan pendapatan; 
Jenis-jenis biaya atau beban dalam suatu periode; 
Jumlah rupiah masing-masing biaya atau beban; 
Jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan; 


Hasil Usaha yang diperoleh dengan mengurangi jumlah pendapatan dan biaya selisihanya di sebut laba atau rugi.


Laporan Laba Rugi dapat disusun dalam dua bentuk yaitu; 
Bentuk Tunggal (Single Step) 
Bentuk Majemuk (Multiple Step) 


III. Laporan Perubahan Modal menggambarkan jumlah modal yang dimiliki perusahaan saat ini serta sebab-sebab berubahnya modal. Informasi yang diberikan dalam laporan perubahan modal meliputi : 
Jenis-jenis dan jumlah modal yang ada saat ini 
Jumlah rupiah tiap jenis modal 
Jumlah rupiah modal yang berubah 
Sebab-sebab berubahnya modal 
Jumlah Rupiah modal sesudah perubahan. 


IV. Laporan Arus Kas merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk (pendapatan) dan arus kas keluar (biaya-biaya).


V. Laporan Catatan atas Laporan Keuangan merupakan laporan yang dibuat berkaitan dengan Laporan Keuangan yang disajikan. Laporan ini memberikan informasi tentang penjelasan yang dianggap perlu atas Laporan Keuangan yang ada sehingga menjadi jelas sebab penyebabnya.


Tujuan dan manfaat analisis Laporan Keuangan adalah : 
Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu; 
Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan perusahaan; 
Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki 
Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan untuk penilaian kinerja manajemen. 


Langkah yang dilakukan dalam analisis keuangan adalah : 
Mengumpulkan Laporan Keuangan dan data yang diperlukan selengkap mungkin 
Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan rumus-rumus tertentu 
Melakukan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran 
Membuat Laporan tentang posisi keuangan perusahaan 
Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis tersebut.